Senin, 16 Mei 2011

CASE STUDY

CASE STUDY

Oleh : Ida Nurjanah
Guru SDN. Babakan Limbangan Kec. Sukaraja Kab. Sukabumi

Saya adalah seorang guru sekolah dasar. Sekolah tempat saya mengajar terletak disebuah kampung yang bernama Kp. Bayubud. Kesan orang terhadap sekolah saya sering saya dengar yaitunya sekolah ditengah sawah. Tapi entah kenapa saya tak pernah ada rasa gengsi atau malu,,, Tapi jika orang datang ke lokasi SDN Babakan Limbangan maka mata orang akan terbuka bahwa sekolah saya itu terletak di daerah yang berhawa sejuk, nyaman,
bersih, indah, dan gagah yaaa sangat ideal untuk tempat menimba ilmu . Jauh dari kebisingan kendaraan dan pengaruh –pengaruh yang negatif, itulah wujud sekolah ku.

Pada hari Kamis saya dengan sangat gembira dan riang melangkahkan kaki ke sekolah , karena dalam benak saya sudah tertanam bahwa dengan niat yang tulus mudah mudahan apa yang kita kerjakan berhasil dengan baik dan memuaskan. Saya sudah menyiapkan sebuah scenario pembelajaran matematika untuk siswa kelas VI tempat saya mengajar.

Setiba di kelas setelah jam masuk berbunyi , sayapun mulai membelajarkan siswa dalam mata pelajaran matematika tentang volume bangun ruang. Dengan semangat yang tinggi dan suara yang meyakinkan aku serius menjelaskan materi kepada siswa.Setelah selesai menerangkan materi , saya pun bertanya …. Apakah kalian sudah dapat memahami yang Ibu jelaskan tadi?. Serentak siswa menjawab belum mengerti benar buk…. Nah kalau begitu mari ibuk ulangi lagi dengan contoh soal yang lain. Maka saya menjelaskan kembali materi tentang volume bangun ruang tersebut.Setelah itu saya Tanya lagi apakah anak –anak Ibu sudah mengerti?? Sudah Bu..jawab mereka serempak . Sayapun lega mendengarnya.

Setelah itu saya memberikan latihan 5 buah soal tentang materi yang sedang dipelajari tersebut.Selang beberapa menit yaitunya 40 menit . Semua siswa selesai mengerjakan latihan dan sayapun memeriksa pekerjaan siswa . Alangkah terkejut bercampur dengan kesalnya saya menyaksikan hasil pekerjaan mereka. Tak satupun yang menjawab betul diatas 3 buah soal dari 5 buah soal. Saya termenung… Kenapa yaa… Apa yang salah…saya yang terlalu cepat menjelaskan atau siswa yang terlalu lambat memahami materi .Apakah perlu alat peraga dalam menjelaskan materi itu? Akhirnya saya memanggil dan bertanya kepada beberapa siswa tentang materi yang baru dipelajarai dan cara saya menerangkan materi.. Maka siswa saya menjawab…ibuk cepat ngomongnya buk… beri contoh banyak – banyak Bu.

Dari hasil refleksi dan koreksi tentang diri saya dan jawaban siswa , maka sayapun sadar bahwa saya berhadapan dengan siswa kelas VI bukan orang dewasa. Ya butuh kejelasan , ketenangan ,kesabaran ,contoh bahkan alat peraga dalam memberikan materi pelajaran. Nah dari kekurangan –kekurangan tersebut saya mulai menata diri untuk membuat siswa saya benar-benar memahami setiap apa yang dipelajari, dengan cara menggunakan alat peraga, bicara yang lambat tapi tegas dan jelas,memberikan contoh yang cukup, serta membimbing siswa yang benar-benar belum paham.



CASE STUDY
Oleh : Yuyu Yuhaeni
SDN. 02 Selaawi Kec. Sukaraja Kab. Sukabumi
Mengajar pelajaran IPA paling mengasikkan bagi saya, karena materi pelajaran IPA adalah termasuk eksak (pasti) dan pelajaran IPA juga yang paling disukai oleh siswa, namun tidak semua materi IPA dapat diserap siswa dengan baik sehingga sebagai guru saya harus menyiapkan metode, media yang tepat agar materi dapat terserap dengan baik dan tentunya tujuan pembelajaran juga tercapai. Salah satunya pengalaman saya berikut.
Rabu pagi itu saya dengan bersemangat memasuki kelas V SDN SDN. Selaawi Kec. Sukaraja Kab. Sukabumi, kebetulan kali ini saya akan memberikan pelajaran IPA tentang struktur bumi. Seperti biasa saya memulai pelajaran dengan memberikan beberapa pertanyaan apersepsi. Beberapa pertanyaan saya pun telah dijawab siswa dengan benar. Sehingga saya yakin semua siswa saya sudah siap untuk memulai belajar.
Kegiatan inti saya mulai dengan menunjukkan gambar struktur bumi dengan ukuran 80 x 60 cm yang saya siapkan tadi malam. Media gambar saya yakini dapat membantu siswa saya untuk memahami materi ini karena di sekolah saya tidak tersedia media lain ataupun kit IPA. Beberapa siswa langsung berebut untuk melihat gambar yang saya pampang di depan kelas. Saya pun mulai menjelaskan dengan menunjukkan bagian-bagian lapisan bumi. Ketika penjelasan saya belum selesai saya melihat beberapa siswa berbicara sendiri dengan teman sebangkunya. Hal tersebut mulai membuat saya ragu apakah siswa saya tadi memperhatikan penjelasan saya atau…..
Untuk membuktikannya saya pun langsung memberikan perntanyaan setelah penjelasan selesai. “ Ayo coba sebutkan urut-urutan struktur bumi dari yang paling atas?”. Seketika kelas menjadi ramai kerena siswa saya berebut untuk melihat gambar struktur bumi di depan kelas. Kemudian mereka beramai-ramai menyebutkan struktur bumi tersebut dengan membaca tulisan pada gambar. Saya semakin penasaran apakah siswa saya tadi benar-benar dapat menyebutkan atau membaca. Saya buka gambar yang menempel di papan tulis. Kemudian saya kembali menyampaikan pertanyaan yang sama. Kali ini semua siswa saya terdiam, ternyata benar siswa saya hanya membaca tidak mampu menyebutkan. Dengan gundah saya coba tunjuk beberapa siswa yang saya anggap pandai.
“ Siti, coba kamu sebutkan struktur bumi tadi!”.
“ Kerak bumi, Mantel bumi, dan….dan…….” Jawab Siti dengan ragu.
Saya pun semakin gundah, ternyata pembelajaran kali ini tidak sesuai harapan. Bel istirahat pun berbunyi tak terasa jam pelajaran sudah usai saya pun memberikan tugas PR kepada siswa saya. Dengan hati yang kurang pas saya pun meninggalkan kelas menuju ruang guru.
Di ruang guru saya kembali merenung bagaimana caranya agar materi ini dengan mudah diserap oleh siswa saya. Tok-tok-tok… beberapa siswa kelas V mengetuk pintu untuk minta ijin ke toilet.
Beberapa menit kemudian bel berbunyi saya pun melanjutkan pelajaran berikutnya di kelas. Ketika akan memulai pelajaran beberapa siswa saya yang pamit ke sungai tadi belum hadir di kelas. Saya pun bertanya kepada siswa saya
“ Kemana Ihsan, Maulana dan Aldi?”
“ Ke toilet Bu,
Saya pun mengecek ke toilet. Ternyata 3 orang murid saya dan beberapa siswa kelas VI ternyata, didepan toilet kebetulan tanahnya besek mereka sedang asyik bermain Lumpur. Ada yang membuat bola-bola Lumpur. Saya pun langsung memanggil semuanya dan langsung menyuruh mereka cuci tangan dan masuk kembali ke sekolah.
Di rumah saya kembali teringat pembelajaran tentang struktur bumi tadi dan tindakan 3 orang siswa yang sibuk bermain Lumpur di depan toilet. Muncullah ide untuk membawa pelajaran IPA esok ke tempat tanah yang becek kebetulan sekolah kami berada di pinggir sawah. Belajar sambil bermain tentu sangat mengasikkan. Media pembelajaran yang akan digunakan tidak perlu saya siapkan karena sudah tersedia yaitu Lumpur atau tanah liat. Saya mempunyai ide untuk memberikan tugas membuat tiruan struktur bumi dengan bahan dari Lumpur atau tanah liat.
Keesokan harinya, saya mulai pembelajaran IPA dengan bersemangat, langsung saja saya mengajak siswa untuk ke luar kelas menuju pinggir sawah. Di tepi sawah yang baru saja dipanen tersebut saya membentuk beberapa kelompok kecil terdiri dari 3 siswa masing-masing kelompok. Saya memberikan penjelasan cara kerja kelompok tadi yakni siswa membuat tiruan struktur bumi dari tanah liat dengan memberi batas berupa plastic yang sudah ditulis nama-nama bagian lapisan bumi. Wah saya sangat kaget dengan antusias siswa saya. Semua senang dan langsung membuat tiruan struktur bumi dari tanah liat. Beberapa kelompok mengajak saya untuk mengecek pekerjaan mereka. Semua siswa sibuk mengerjakan tugas. Tak sampai 10 menit semua pekerjaan kelompok selesai. Dengan tangan yang berlumur Lumpur beberapa kelompok saya suruh menjelaskan struktur bumi yang mereka buat. Hasilnya sangat diluar dugaan ternyata semua kelompok mampu menyebutkan lapisan-lapisan bumi dengan baik dan urut.
Setelah itu saya menyuruh siswa untuk mencuci tangan kemudian kembali ke kelas. Saya kemudian membagikan kertas kosong kepada semua siswa dan menyuruh mereka untuk menggambar struktur bumi. 10 menit berlalu terlihat siswa sudah mulai ramai. Saya kemudian menyuruh siswa yang sudah selesai untuk mengumpulkan tugasnya. Hasilnya benar-benar membuat saya tersenyum puas. Hampir 90% siswa mampu menggambar, menyebutkan, mengurutkan lapisan-lapisan bumi dengan baik dan benar. Bel berbunyi ketika saya masih duduk termenung di depan kelas tentunya dengan senyum kepuasan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar